Sabtu, 18 Desember 2010

sejrah wayang

Blogazine
< PREV NEXT >
Sejarah Wayang Kulit

WAYANG adalah salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.

Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan In­donesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk mem­perkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.

Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.
Gambar di atas adalah Adipati Karna. Untuk informasi tentang Adipati Karna, silakan lihat disini.
Asal Usul Wayang Kulit

Ada dua pendapat mengenai asal - usul wayang. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.

Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain.

Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.

Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pe­wayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain. Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indo­nesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmur­nya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga In­dia, Walmiki.

Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi In­dia, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 - 1160).

Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata “mawa­yang” dan `aringgit’ yang maksudnya adalah per­tunjukan wayang.
Kelahiran Wayang Kulit

Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehis­toric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indone­sia halaman 987.

Kata `wayang’ diduga berasal dari kata `wewa­yangan’, yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga masih belum ada.

Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata.

Sejak saat itulah cerita - ­cerita Panji, yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.

Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit.

Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.

Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam budaya bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa.
Wayang Kulit Di Deviantart
Wayang Kulit Di Deviantart
Wayang Kulit Di Deviantart
Wayang Kulit Di Deviantart
Artikel diambil dari Budaya Wayang Kulit. Tampil baik di Firefox 3.5, Opera 10, dan Safari 4.0.4.
Efek CSS 3 yang digunakan pada artikel ini tidak muncul di IE. Jadi, jangan pernah gunakan IE.

16 Komentar

Ardhiansyam

24 January 10 - Link

tata letaknya menarik sekali. Lepas dari artikelnya, tampilan halaman ini mempunyai daya tarik tersendiri

om ipit

25 January 10 - Link

Thanks for coming and commenting. :)

bob wong yogya

05 February 10 - Link

lay out bagus… , lebih menarik dari sumber artikel asli, saya tunggu artikel berikutnya…

shakoda

07 February 10 - Link

apik tenan layoute

Om Ipit

12 February 10 - Link

@Bob & @Shakoda : Makasih mas. :)

zam.web.id

19 February 10 - Link

baru kali ini saya lihat layout halaman konten lokal semenarik ini :) tetap berkarya bro!

Inilah Kehebatan CSS3 :: Om Ipit | Web Designer

01 March 10 - Link

[...] Om Ipit | Web Designer < PREV [...] Om Ipit 01 March 10 - Link @zam.web.id : kwkwkw… thank bang Zam :) leonardo @ areamagz.com 01 March 10 - Link Sama seperti yang lain, ini impian semua web designer. Tapi, apakah momen nya sudah tepat? Kayaknya belum banyak orang yang update teknologi browser, khususnya orang awam. Di luar itu, layout nya keren banget! Om Ipit 01 March 10 - Link leonardo @ areamagz.com: Iya mas, kurangnya kesadaran orang untuk meng-up-to-date-kan browsernya adlh masalahnya. Tp “kurangnya kesadaran” itu bisa diminimalisir jika para web designer selalu menganjurkan untuk menggunakan browser yg modern. Trims :) LiliekS 01 March 10 - Link Wow, serasa baca majalah… layoutnya bagus & rapi, enak diliat deh. Btw masing2 postingan beda layout ya?? Rajin banget :D Om Ipit 02 March 10 - Link @LiliekS: Wow.. trima kasih. iyae, skalian belajar CSS hehe :-) Menelaah Trend Blogazine 15 March 10 - Link [...] “Koin Keadilan Untuk Prita Mulyasari“. Post dan layout favorit saya adalah “Sejarah Wayang Kulit” yang konten dan layoutnya.. Oh my, anda harus menyebarkan halaman ini melalui semua jejaring [...] Eric 15 March 10 - Link Wow info amaa layoutnya keren bisa ganti2 .. masukan dikit nih gimana kalo dibikin versi english juga biar seluruh dunia bisa baca. cheers mariasunarto 16 March 10 - Link sangat bagus sekali mas , uniq ,cantik Daus 18 March 10 - Link Ini blogazine lokal terbaik menurut saya. Salut mas! Blogazine < PREV NEXT >
Proudly Powered By Om Ipit

Kamis, 16 Desember 2010

adat istiadat jawa dibulan syuro

Boleh dibilang dibulan ini paling sangat beda diantara Bulan-bulan yang lain, banyak sekali Tradisi dan hal – hal yang (maaf) nyeleneh menurut pemahaman saya. Awalnya saya menganggap Hal semacam itu tak lain hanyalah sebuah Tradisi Budaya kita (Jawa) yang dari saya juga tidak begitu terlalu memperdulikannya dan bahkan sudah hal kewajaran asalkan tidak terlalu jauh melenceng dari Norma Agama atau Syariat.

Namun, entah kenapa beberapa hari terakhir ini saya kayaknya agak risih juga. Tradisi-tradisi yang awal mulanya gak begitu aku permasalahkan, kini membuatku agak jengkel gara-gara dibulan ini banyak hal yang aku temuin janggal, aneh atau (maaf) bahkan nyeleneh menurut pemahaman saya.

Mungkin lebih baiknya aku akan sedikit Share cerita dan pengalamanku dihari menjelang Bulan Muharrom Tahun ini.

Mulanya beberapa hari yang lalu menjelang Pergantian tahun Baru Hijriyah. kebetulan waktu itu atap rumahku rusak dan bocor, langsung saja aku panggil tukang untuk memperbaikinnya. Setelah pulang kerja ternyata hal yang seharusnya udah selesai diperbaiki itu tadi, Ee…….,malahan sama sekali belum disentuh. dengan agak jengkel akupun mengkonfirmasikan kepada pak Tukangnya tu tadi, kenapa pekerjaan semacam itu tidak segera diselesaikan (maklum, akhir-akhir ini kan sering hujan deras, jadi bisa dibayangkan kalau Hujan kayak gimana Rumahku jadinya dengan atap yang rusak dan bocor semacam itu). Kemudian Pak Tukang nya tadi memberi alasan yang menurutku agak gak masuk akal bahkan nyeleneh. bagaimana tidak, alasannya tu menurut Hitungan jawa hari itu (menjelang pergantian tahun) adalah jatuh pada weton kapitu yang dimana pada hari itu jika melakukan pekerjaan yang berhubungan diatas rumah/panjat memanjat akan disambar petir. Waduuw ……,Kok malah jadi kayak gini sih, ada acara sambar-menyambar segala. dan dia baru akan memperbaikinya esok harinya.

Akhirnya, dengan penuh kekecewaan aku terima saja alasannya pak tukang yang takut tersambar petir tu tadi :lol: dan selanjutnya, apa yang aku khawatirkan terjadi juga yaitu tepat pada malam harinya hujanpun turun dengan deras. yach….., rumahku serasa kayak Kolam lele. :cry: ya sudahlah aku terima saja nasibku ini, dan emang kayaknya sang pencipta lagi ingin bercanda denganku. :mrgreen:

Ternyata Penderitaanku Dibulan Muharrom gak berhenti disitu juga, tepat Hari Pertama Bulan Muharrom terpaksa aku harus menahan lapar seharian. penyebabnya bukan karena saya ikut-ikutan puasa, melainkan karena gak ada satupun penjual sayuran yang lewat dan semua para pedagang kebutuhan dapur pun juga tidak ada yang berjualan. So, Ibuku hari itu ya cuman masak nasi dengan lauk Mie Instan saja. sialnya lagi, saya gak boleh makan mie Instan ma pak dokter gara-gara gangguan Lambung yang kian akut. ya udah, seharian cuman makan Roti za. Huuft…..,sekedar mau makan saja susahnya kayak zaman penjajahan jepang gini. :(

Usut punya usut yang aku terima dari beberapa Orang yang aku tanyai kenapa pada hari itu banyak pedagang yang tidak jualan itu alasannya tak lain adalah demi menghormati Bulan Muharrom atau tahun baru Hijriyah ini mereka diharuskan tidak berjualan, karena menurut Mitos yang aku terima jika mereka nekat berjualan maka ditahun kedepannya akan menjadi sial. Woouw…..,sampe segitunya ya, seandainya seluruh pasar mempunyai pemikiran semacam itu gimana jadinya ????? hhe :lol:

dan satu hal lagi yang agak aneh nih, cuman dibulan inilah khususnya masyarakat Jawa melarang dan tidak mengadakan acara hajatan semacam pernikahan, khitanan bahkan membangun rumah. dan menurut keyakinan yang telah turun-menurun dan melekat di masyarakat bahwa bulan Muharrom ini adalah bulan yang keramat dan penuh bala (bencana). dan hal Inilah yang membuat masyarakat tidak punya nyali untuk mengadakan suatu acara terutama hajatan dan acara pernikahan. kalau kita mencoba berkiblat pada Agama hal inikan sudah jauh melenceng dari Syariat, jadi teringat kata Pak Ustadz dulu bahwasanya Rosululloh SAW pernah bersabda ” Janganlah kamu mencela waktu , karena Allah itu yang mengatur silih bergantinya waktu.” (HR. Muslim)

Dari tulisan saya diatas kita bisa mengetahui bahwasanya Masyarakat kita (jawa) masih banyak yang kurang paham tentang pemahaman Syariat islam.

Saya berpendapat demikian bukannya saya orang yang pandai akan pemahaman agama dan terlalu fanatik akan hal semacam itu. Namun, Disini yang saya inginkan hanyalah memperbaiki sesuatu yang tidak masuk akal menjadi masuk akal. dan mari kita bersama-sama memperbaiki hal itu menuju pemurnian aqidah islam yang sebenarnya.

Sejujurnya saya pun suka tradisi/budaya jawa contohnya mungkin “Bancaan” atau mungkin yang lebih kita kenal dengan nama Syukuran, yang kadang menurut beberapa orang dianggap Bid’ah (sesat) tapi menurut saya itu masih masuk akal secara Syariat. karena menurut pengamatan saya hal semacam itu bagus secara sosial kemasyarakatan, Karena dalam tradisi semacam itu kita bisa berbagi dengan sesama dan secara gak langsung itu dapat menambah rasa persaudaraan dan persatuan ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat. dan bukankah hal semacam itu dianjurkan dalam agama manapun.